BlueBird Transformasi MaaS Jawab Kebutuhan Mobilitas Digital Metropolitan Terkini

JADWALBALAP.COM, JAKARTA – Setiap pagi, pukul 06.00 WIB, Fauziah Rahma sudah bersiap dari rumahnya di daerah Baranangsiang, Bogor. Sebagai seorang profesional muda yang bekerja di sebuah agency kreatif di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, waktu adalah komoditas paling berharga baginya.
Alih-alih berkendara sendiri atau menggunakan kendaraan umum yang tak selalu bisa diprediksi waktunya. Zia begitu ia akrab disapa, memilih satu moda transportasi yang selalu ia andalkan sejak pertengahan 2023: taksi Bluebird.
“Capek banget kalau harus commuting pakai kereta setiap hari. Macet, desak-desakan, belum lagi kalau ada gangguan jalur,” ujar Zia saat ditemui di lobi kantornya, Jumat pagi, pertengahan Juni 2025. “Akhirnya coba Bluebird waktu ada lembur besar, terus keterusan sampai sekarang.”
Sama seperti pelanggan loyal lainnya, Zia pertama kali memesan lewat aplikasi MyBluebird.
“Enak banget, gue bisa buka laptop, nyiapin deck presentasi, atau bales email selama di mobil. Gak mabuk, gak kebanting, dan tenang aja rasanya,” tambahnya.
Pengalaman Zia mencerminkan bagaimana Mobility-as-a-Service (MaaS) yang diusung Bluebird telah menjawab kebutuhan mobilitas harian, bahkan lintas kota. Dalam satu aplikasi, ia bisa menjadwalkan perjalanan, memilih jenis armada, hingga melakukan pembayaran digital tanpa repot.
Namun, di luar teknologi, aspek humanis tetap jadi pembeda. Seperti disampaikan oleh Adrianto Djokosoetono, Direktur Utama Blue Bird Group, “Kami memang mengembangkan strategi Multi-Channel, Multi-Payment, dan Multi-Product, tapi relasi antara pengemudi dan pelanggan tetap yang utama. Pelayanan yang bisa diandalkan lahir dari interaksi yang jujur dan konsisten.”
Bluebird pernah menjadi simbol taksi paling bisa diandalkan di tengah riuh jalanan kota. Kini, saat dunia bergerak cepat dan mobilitas berubah bentuk, Bluebird tidak tinggal diam. Mereka tak sekadar berevolusi, mereka melangkah lebih jauh: menjadi Mobility-as-a-Service (MaaS).
Di balik istilah teknis itu, tersimpan satu misi sederhana: tetap menjadi jawaban atas kebutuhan perjalanan masyarakat, apapun bentuknya.
Mulai dari taksi, sewa kendaraan, bus, shuttle, hingga pengiriman barang. Semua menjadi satu dalam lanskap layanan yang terintegrasi dan adaptif. Satu hal yang tidak berubah: Bluebird ingin tetap #53laluDiandelin.
Di tengah era otomatisasi, Bluebird tetap percaya bahwa pelayanan yang andal lahir dari sentuhan manusia. Karenanya, meskipun pelanggan kini bisa memesan lewat aplikasi, Bluebird tetap mempertahankan opsi menyetop langsung di jalan.
Meskipun pembayaran bisa lewat dompet digital, tunai tetap dilayani. Semua dibuat agar tetap ramah bagi siapa saja, bukan hanya mereka yang melek teknologi.
Model bisnis MaaS yang dianut Bluebird juga bersifat terbuka. Ini bukan perjalanan sendirian. Bluebird memilih jalur kolaborasi: bersinergi, bahkan dengan kompetitor lama seperti perusahaan ride hailing. Tak ada lagi dinding. Yang ada hanya jembatan untuk mempermudah mobilitas pelanggan.
“Kami ini saluran agnostik,” lanjut Andre, “Tidak terpaku pada satu model. Yang penting, pelanggan bisa mengakses layanan kami dengan mudah, lewat kanal apapun.”
Ke mana pun arah perjalanan masyarakat, Bluebird berupaya hadir lebih dulu. Armada kini tersedia di titik-titik vital: Bandara Kertajati, stasiun MRT, LRT, KCJB, hingga Commuter Line.
Semua bagian dari upaya menghadirkan layanan mobilitas yang menyatu dalam sistem transit-oriented development (TOD), menghubungkan, bukan memisahkan.
Dan di balik transformasi ini, ada nilai lama yang tetap dijaga. Nilai bahwa pelayanan bukan hanya soal mengantar dari titik A ke titik B. Tapi tentang membangun rasa percaya.
Menjadi teman jalan yang siap kapan saja. Karena pada akhirnya, teknologi bisa ditiru, harga bisa disaingi. Tapi kepercayaan yang tumbuh selama 53 tahun tak bisa digantikan.
Zia mengamini hal itu. “Bluebird itu bukan cuma soal mobil atau aplikasi. Tapi soal kenyamanan dan ketenangan yang konsisten. Terutama buat gue yang kerja di industri yang serba cepat dan penuh tekanan.”
Apalagi kini Zia juga mulai mencoba armada Bluebird listrik, terutama saat ada keperluan ke bandara atau rapat penting di tengah kota. Ia menyebut kendaraan listrik Bluebird lebih nyaman karena senyap dan tidak bergetar, membuatnya bisa istirahat sejenak selama perjalanan jauh.
“Saya berharap jumlah armada listrik Bluebird bisa ditambah, biar makin banyak pilihan. Tapi apapun armadanya, pasti gue tetap pilih Bluebird,” tutupnya.
Di tengah padatnya jalan dari Bogor ke Jakarta, dan tekanan pekerjaan yang menanti di ujung perjalanan, rasa tenang di kursi belakang taksi adalah sebuah kemewahan kecil yang tak ternilai. Bagi Zia, Bluebird bukan sekadar alat transportasi.
Ia adalah ruang nyaman di tengah perjalanan panjang, dan bukti bahwa layanan yang #53laluDiandelin adalah tentang kepercayaan yang terus dijaga, hari demi hari, kilometer demi kilometer.fey